ORANGTUA TETAP YANG UTAMA
Memilih sekolah adalah persoalan selera. Dari
sisi finansial, sebaiknya sesuaikan antara gaya hidup dengan kemampuan finansial.
Kualitas memang ada harganya. “Padahal, kalau kita menempatkan pendidikan
sebagai kebutuhan utama, maka dia harus ada. Jangan sampai karena tidak cocok
dengan gaya hidup dan selera, orangtua
memaksakan diri membeli sebuah gaya
hidup atau kualitas sekolah yang sebetulnya tidak mampu dia beli. Kualitas itu
sebetulnya kan,
subyektif.”
Bukan berarti tidak usah bersekolah di sekolah
yang mahal, tapi menurut Mike, orangtua terlebih dulu harus memperbaiki mindset
nya. Hasil pendidikan adalah bagaimana si anak nanti. Karena itu orangtua harus
lebih realistis. “Artinya, menyerahkan pendidikan dan kesuksesan anak ke pihak
sekolah semata jelas tidak realistis. Karena sebetulnya 80 persen pendidikan
ada di rumah.”
Orangtua harus kreatif dan berwawasan luas.
Sekolah lebih ke soal fasilitas. Fasilitas yang baik memang bisa menghasilkan
kualitas, tapi tidak selalu. Ada
variabel lain yang tidak bisa dilupakan, seperti mental, spiritual, building
character, dan itu ada andil orangtua di dalamnya. Dengan begitu, ketika
orangtua berhadapan dengan keinginan antara menyekolahkan anak ke sekolah yang
berfasilitas bagus tapi mahal, atau ke sekolah yang sedang tapi justru itu yang
mampu secara realistis, dan ortu punya harapan yang tinggi, maka yang harus
diperbaiki adalah kualitas pendidikan di rumah.
“Orangtua harus bisa membangun lingkungan yang
bisa mengasah bakat anak secara optimal. Rumah juga sekolah. Cara pandang ini
yang bisa menunjang kualitas pendidikan anak secara optimal. Orangtua harus
punya metode pengajaran yang basic nya dari rumah.
Maka, daripada sekolah mahal, tapi orangtua
kemudian acuh terhadap pendidikan anak, mendingan pilih sekolah yang sedang
tapi komunikasi anak dan orangtua jalan. “Bisa bikin perpustakaan pribadi di
rumah, bikin kegiatan bersama di rumah. Itu lebih optimal. Pembelajaran di
rumah juga tidak butuh waktu lama. Sepuluh sampai 15 menit bisa jadi lebih
optimal ketimbang 4 jam tapi mengantuk. Momen dan kualitas komunikasilah yang
harus diperhatikan. Anak juga perlu diberi ruangan bagi dirinya untuk
berkembang, orangtua hanya menstimulasi, memberi fasilitas, dan menciptakan
tantangan. Ini akan membuat anak menjadi dinamis dan berkembang karakternya,
selain tak butuh biaya mahal, waktu lama, atau energi yang banyak.
Menurut Mike, rumah adalah sekolah terbaik,
sementara sekolah formal sebagai pelengkap. “Bagaimanapun anak masih butuh
lingkungan yang nyata, supaya ia bisa bersosialisasi menghadapi kehidupan yang
nyata. Dan itu ada di sekolah.”
ANAK PERTAMA BERES, ANAK BERIKUTNYA…
Yang sering terjadi, ketika anak pertama
lahir, orangtua memberikan yang terbaik untuknya, termasuk pendidikan. Begitu
anak kedua dan berikutnya lahir, ini tak lagi berlaku karena faktor finansial
yang tak lagi memadai.
“Seharusnya, pasangan suami-istri merencanakan
mau punya anak berapa. Kalau Cuma satu, kok, sepi, tapi kalau 3 kok kayaknya
berat. Sebetulnya ini tidak berhubungan dengan masalah finansial, tapi berefek
ke masalah finansial. Mau punya satu atau 3 anak kan tidak bisa disalahkan? Jadi,
pertimbangkan dulu ketika menikah mau punya anak berapa, karena ini akan
berkaitan dengan biaya yang akan dialokasikan. Kalau sudah mantap berapa jumlah
anak yang direncanakan, maka akan jauh lebih mudah untuk mempersiapkan
pendidikannya kelak,” lanjutnya.
Bagaimana jika sudah telanjur punya banyak
anak? “Ya, orangtua harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian gaya hidup terutama, misalnya kalau anak
pertama sekolah favorit, anak berikut mungkin tidak harus di sekolah favorit,
tanpa mengurangi kualitas. Juga gaya
hidup lain, seperti konsumsi, pakaian, mengurangi ke mal, dan sebagainya.
Tujuannya supaya lebih banyak yang dialokasikan untuk dana pendidikan anak
dengen pengendalian pengeluaran.