Rabu, 18 Januari 2012

Menghitung Biaya Sekolah Anak (2)

ORANGTUA TETAP YANG UTAMA
Memilih sekolah adalah persoalan selera. Dari sisi finansial, sebaiknya sesuaikan antara gaya hidup dengan kemampuan finansial. Kualitas memang ada harganya. “Padahal, kalau kita menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan utama, maka dia harus ada. Jangan sampai karena tidak cocok dengan gaya hidup dan selera, orangtua memaksakan diri membeli sebuah gaya hidup atau kualitas sekolah yang sebetulnya tidak mampu dia beli. Kualitas itu sebetulnya kan, subyektif.”
Bukan berarti tidak usah bersekolah di sekolah yang mahal, tapi menurut Mike, orangtua terlebih dulu harus memperbaiki mindset nya. Hasil pendidikan adalah bagaimana si anak nanti. Karena itu orangtua harus lebih realistis. “Artinya, menyerahkan pendidikan dan kesuksesan anak ke pihak sekolah semata jelas tidak realistis. Karena sebetulnya 80 persen pendidikan ada di rumah.”
Orangtua harus kreatif dan berwawasan luas. Sekolah lebih ke soal fasilitas. Fasilitas yang baik memang bisa menghasilkan kualitas, tapi tidak selalu. Ada variabel lain yang tidak bisa dilupakan, seperti mental, spiritual, building character, dan itu ada andil orangtua di dalamnya. Dengan begitu, ketika orangtua berhadapan dengan keinginan antara menyekolahkan anak ke sekolah yang berfasilitas bagus tapi mahal, atau ke sekolah yang sedang tapi justru itu yang mampu secara realistis, dan ortu punya harapan yang tinggi, maka yang harus diperbaiki adalah kualitas pendidikan di rumah.
“Orangtua harus bisa membangun lingkungan yang bisa mengasah bakat anak secara optimal. Rumah juga sekolah. Cara pandang ini yang bisa menunjang kualitas pendidikan anak secara optimal. Orangtua harus punya metode pengajaran yang basic nya dari rumah.
Maka, daripada sekolah mahal, tapi orangtua kemudian acuh terhadap pendidikan anak, mendingan pilih sekolah yang sedang tapi komunikasi anak dan orangtua jalan. “Bisa bikin perpustakaan pribadi di rumah, bikin kegiatan bersama di rumah. Itu lebih optimal. Pembelajaran di rumah juga tidak butuh waktu lama. Sepuluh sampai 15 menit bisa jadi lebih optimal ketimbang 4 jam tapi mengantuk. Momen dan kualitas komunikasilah yang harus diperhatikan. Anak juga perlu diberi ruangan bagi dirinya untuk berkembang, orangtua hanya menstimulasi, memberi fasilitas, dan menciptakan tantangan. Ini akan membuat anak menjadi dinamis dan berkembang karakternya, selain tak butuh biaya mahal, waktu lama, atau energi yang banyak.
Menurut Mike, rumah adalah sekolah terbaik, sementara sekolah formal sebagai pelengkap. “Bagaimanapun anak masih butuh lingkungan yang nyata, supaya ia bisa bersosialisasi menghadapi kehidupan yang nyata. Dan itu ada di sekolah.”
ANAK PERTAMA BERES, ANAK BERIKUTNYA…
Yang sering terjadi, ketika anak pertama lahir, orangtua memberikan yang terbaik untuknya, termasuk pendidikan. Begitu anak kedua dan berikutnya lahir, ini tak lagi berlaku karena faktor finansial yang tak lagi memadai.
“Seharusnya, pasangan suami-istri merencanakan mau punya anak berapa. Kalau Cuma satu, kok, sepi, tapi kalau 3 kok kayaknya berat. Sebetulnya ini tidak berhubungan dengan masalah finansial, tapi berefek ke masalah finansial. Mau punya satu atau 3 anak kan tidak bisa disalahkan? Jadi, pertimbangkan dulu ketika menikah mau punya anak berapa, karena ini akan berkaitan dengan biaya yang akan dialokasikan. Kalau sudah mantap berapa jumlah anak yang direncanakan, maka akan jauh lebih mudah untuk mempersiapkan pendidikannya kelak,” lanjutnya.
Bagaimana jika sudah telanjur punya banyak anak? “Ya, orangtua harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian gaya hidup terutama, misalnya kalau anak pertama sekolah favorit, anak berikut mungkin tidak harus di sekolah favorit, tanpa mengurangi kualitas. Juga gaya hidup lain, seperti konsumsi, pakaian, mengurangi ke mal, dan sebagainya. Tujuannya supaya lebih banyak yang dialokasikan untuk dana pendidikan anak dengen pengendalian pengeluaran.